Selasa, 09 Desember 2014

DANA PUNIA “PRIORITAS BERAGAMA HINDU


Dengan kita sering berdana Punia tidak akan membuat diri kita menjadi miskin justru akan membuat kita kaya dan cukup. Seperti dalam pribahasa jawa " ORA LOKAK NANGING KEBAK" Tidak berkurang justru akan penuh atau bertambah.

 

OM SWASTYASTU

Om Awignam Astu Namo Sidham,
Om Sidhirrastu Tad Astu Astu Svaha
Om Ano Badrah Kratawo Yantu Wiswatah.

 Om Hyang Widhi Wasa, semoga atas perkenan-Mu tiada suatu halangan bagi kami menulis ini, semoga sukses dan pikiran baik datang dari segala penjuru pada kami.

Tapah pararn kerta yuge
tretayam jnyanamucyate
dwapare yajnyawaewahur
danamekam kalau yuge (Manawa Dharmasastra, I.85)

 
 (Bertapa prioritas beragama zaman Kerta, prioritas beragama zaman Treta Yuga dalam jnyana, zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya, sedangkan prioritas beragama zaman Kali Yuga adalah Dana Punia).

Ada lima hal yang wajib dijadikan dasar pertimbangan untuk mengamalkan agama (dharma) agar sukses (Dharmasiddhiyartha). Hal itu dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra VII.10 :

 
Karyam so’weksya caktimca
Decakalana ca tattwatah,
Kurute dharmasiddhiyartham
Wicwarupam punah punah.

 
Artinya: setelah mempertimbangkan sepenuhnya maksud, kekuatan dan tempat serta waktu, untuk mencapai keadilan ia menjadikan dirinya menjad bermacam wujudnya, untuk mencapai keadilan yang sempurna.

 Lima dasar pertimbangan itu adalah iksha, sakti, desa kala dan tattwa. Iksha adalah pandangan hidup masyarakat setempat, sakti adalah kemampuan, desa adalah aturan rohani setempat, kala (waktu) dan tattwa (hakikat kebenaran Weda).

Kala sebagai salah satu hal yang wajib dipertimbangkan dalam mengamalkan agama Hindu agar sukses. Waktu dalam ajaran Hindu memiliki dimensi amat luas. Ada waktu dilihat dari konsep Tri Guna. Karena itu ada waktu satvika kala, rajasika kala dan tamasika kala. Ada waktu berdasarkan konsep Yuga — Kerta Yuga, Treta Yuga, Dwapara Yuga dan Kali Yuga. Keadaan zaman ditiap-tiap yuga itu berbeda-beda. Karena itu, cara beragama-pun berbeda-beda pada setiap zaman.

Menurut Manawa Dharmasastra 1.85 sebagaimana dikutip diawal tulisan ini, prioritas beragama-pun menjadi berbeda-beda pada setiap zaman. Pada zaman Kerta Yuga, kehidupan beragama diprioritaskan dengan cara bertapa. Pada Treta Yuga dengan memfokuskan pada jnyana. Pada zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya dan pada zaman Kali Yuga beragama dengan prioritas melakukan dana punia.

Pada kenyataannya, umat Hindu di Bali khususnya dan di Indonesia umumnya masih mengutamakan upacara yajna/ korban suci sebagai prioritas beragama hindu. Hal ini akan menimbulkan akibat yang kurang baik dalam kehidupan beragama. Dinamika umat dalam berbagai bidang kehidupan amat meningkat pesat. Kegiatan hidup yang semakin meningkat itu membutuhkan waktu, biaya, tenaga dan sarana lainnya. Amat berbeda dengan kehidupan pada zaman agraris tulen dimana umat umumnya lebih banyak di sawah ladang dan kebun untuk mencari nafkah.

Pada zaman industri ini, mobilitas umat makin tinggi dan kegiatan hidup makin beraneka ragam. Karena itu, amatlah tepat arahan Manawa Dharmasastra I.85. itu — beragama yang lebih mempriotaskan kegiatan ber-dana punia. Ini bukan berarti upacara yajnya sebagai kegiatan beragama Hindu ditinggalkan.

Upacara yajna tetap berlangsung tetapi bukan merupakan prioritas. Justru upacara yajna tetap dilakukan dengan lebih menekankan aspek spiritualnya, bukan pada wujud ritualnya yang menekankan fisik material.

Apalagi bagi umat Hindu di Bali tingkatan bentuk upacara yajna yang pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu upacara nista, madya dan utama. Nista, madya dan utama itu umumnya didasarkan pada wujud fisiknya upacara. Kalau besar dan banyak sarana yang digunakan disebut utama, kalau sedikit disebut madya, dan seterusnya. Yang kecil, menengah dan besar itu masing-masing dapat lagi dibagi menjadi tiga bagian: nistaning nista, nista madya, nistaning utama, madyaning nista, madyaning madya, madyaning utama, utamaning nista, utamaning madya, utamaning utama. Dengan demikian, dari yang terkecil sampai terbesar dapat dibagi jadi sembilan.

Dalam melakukan berbagai kegiatan hidup, umat seyogyanya menjadikan ajaran agama sebagai pegangan dalam menjaga keluhuran moral dan ketahanan mental. Dalam melakukan berbagai kegiatan hidup, sesungguhnya agama memegang peranan penting agar semuanya selalu berada pada jalan dharma. Substansi upacara yadnya adalah untuk membangun rasa dekat dengan Hyang Widhi Wasa melalui bhakti, dekat dengan sesama manusia melalui punia atau pengabdian, dan merasa dekat dengan alam dengan jalan asih. Mengapa disebut upacara yadnya? Kata “upacara” dalam bahasa Sansekerta berarti “dekat” dan yajna berarti pengorbanan dengan lascarya/ikhlas dalam wujud pengabdian. Karena itu, dalam kegiatan upacara yajna ada “upacara” yang berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya pelayanan. Kita akan merasa dekat dengan Hyang Widhi Wasa dengan sarana upakara sebagai sarana bhakti.

Penggunaan hewan dan tumbuhan sebagai sarana upacara menurut Menawa Dharmasastra V.40 :

Osadhyah pacawo wriksastir
Yancah paksinastatha
Yajnartham nidham pratah
Prapnu wantyutsritih punah

Artinya:

Tumbuh-tumbuhan semak, pohon-pohonan, ternak burung-burung lain yang telah dipakai untuk upacara, akan lahir dalam tingkat yang lebih tinggi pada kelahiran yang akan datang.

sebagai media pemujaan agar hewan dan tumbuhan itu mejadi lebih lestari pada penjelmaan selanjutnya. Ini artinya, penggunaan hewan dan tumbuhan itu sebagai media untuk memotivasi umat untuk secara nyata (sekala) melestarikan keberadaan tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut. Jadi, upacara yajna bukan sebagai media pembantaian hewan dan tumbuhan.

Pada zaman Modern ini, keberadaan hewan dan tumbuhan sudah semakin terancam eksistensinya Karena itu amatlah tepat kalau bentuk fisik upacara itu diambil dalam wujud yang lebih sederhana (nista), sehinga pemakaian hewan dan tumbuhan itu tidak sampai mengganggu eksistensi sumber daya alam tersebut. Justru upacara yajna itulah seyogyanya dijadikan suatu momentum untuk melakukan upaya pelestarian hewan dan tumbuhan.

Dalam Sarasamuscaya 135 ada dinyatakan, untuk melakukan bhuta hita atau upaya mensejahterakan semua makhluk (sarwa prani) ciptaan Tuhan ini. Kesejahteraan alam (bhuta hita) itulah sebagai dasar untuk mewujudkan empat tujuan hidup mencapai dharma, artha, kama dan moksha.

Ke depan, upacara yajna hendaknya dimaknai lebih nyata dengan melakukan cinta kasih, punia dan bhakti. Cinta kasih pada alam lingkungan dengan terus menerus berusaha meningkatkan pelestarian keberadaan hewan dan tumbuhan, punia dengan melakukan pengabdian pada sesama manusia sesuai dengan swadharma masing-masing. Cinta Kasih dan punia dilakukan sebagai wujud bhakti pada Hyang Widhi Wasa.

Om Santi Santi Santi Om.

Senantiasa Damai di hati Damai di dunia dan Damai selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar